PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum. Mang Aep damang ? pami teu ngawagel, Teh Dewi gaduh patarosan batasan pakaian wanita yang tidak menyerupai laki-laki teh kumaha? punten nya ngarepotkeun.
(Assalamu’alaikum. Mang Aep apa kabar? Kalau tidak merepotkan, Teh Dewi mempunyai pertanyaan tentang batasan dan maksud pakaian wanita yang menyerupai laki-laki itu seperti apa? Maaf telah mengganggu waktunya).
-Teh Dewi Rengganis, Batam, Indonesia-
JAWABAN
Wa’alaikum salam.
Alhamdulillah damang, kumaha sawangsulna Teh Dewi sakulawargi daramang? Semoga Teh Dewi sekeluargi selalu dalam kesehatan, kelancaran dan tentu selalu dalam lindungan Allah swt, amiin.Mohon maaf baru membalas dan menjawab pertanyaan Teteh sekarang, kemarin agak kesana kemari. Dan hatur nuhun atas pertarosannya, dan di antos pertarosan lainnya, kalau ada.
Di antara adab berpakaian wanita menurut ajaran Islam adalah bahwa pakaian dimaksud tidak menyerupai pakaian laki-laki (tidak tasyabbuh).
Rasulullah saw dalam hal ini bersabda:
"Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki" (HR. Bukhari).
"Abu Hurairah berkata: "Rasulullah saw melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki" (HR. Abu Dawud dan Ahmad dengan sanad Shahih).
Sebelum dibahas lebih jauh, perlu saya sampaikan bahwa kata laknat dalam hadits di atas (‘Rasulullah saw melaknat’) tidak berarti betul-betul melaknat, akan tetapi maksudnya ‘tidak menyukai’. Kata laknat dipergunakan, maksudnya agar yang mendengar betul-betul menghindari sedapat mungkin larangan dimaksud.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Manawi dalam kitabnya Faidul Qaadir (5/269): “Kata laknat dalam hadits di atas, bukan dalam arti sebenarnya, akan tetapi dimaksudkan agar dihindari dan dijauhi, sehingga orang yang mendengarnya sangat takut untuk melakukannya” (laisal muraad hunaa, haqiqatal la’n, bal at-tanfiir faqat, liyartadi’a man sami’ahu ‘an mitsli fi’lih).
Kemudian, kedua hadits di atas merupakan dalil tidak bolehnya seorang perempuan menyerupai laki-laki, juga laki-laki menyerupai perempuan, baik dalam berpakaian, suara, gerakan atau yang lainnya. Sementara untuk ilmu dan pengetahuan, sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Mula’ ‘Ali al-Qari dalam kitabnya Mirqaatul Mafaatih Syarh Misykatil Mashaabih (13/205), keduanya sangat dianjurkan dan diperbolehkan untuk menyerupai satu sama lain.
Para ulama tidak menjelaskan secara panjang lebar apa yang dimaksud dengan pakaian menyerupai laki-laki atau menyerupai perempuan tersebut. Hanya saja, mari kita lihat terlebih dahulu, apa sebab adanya larangan di atas.
Islam, hendak menanamkan bahwa setiap jenis kelamin harus berdiri sesuai dengan jenis kelaminnya, perempuan harus bergerak, berbicara, berbuat sebagaimana perempuan, demikian juga dengan laki-laki. Dan tentu tidak diperbolehkan, terjadi campur aduk di antara keduanya. Karena itu, segala sesuatu yang mengakibatkan campur aduk dimaksud, sangat dilarang oleh Islam, termasuk cara berpakaian, cara jalan, cara bersikap dan bertutur kata.
Dari sana kita dapat memahami bahwa yang dimaksudkan dengan pakaian (dan pakaian termasuk baju juga celana) yang menyerupai laki-laki adalah, pakaian yang apabila dipakai oleh perempuan, betul-betul mirip dengan laki-laki, karena pakaian tersebut khusus dan hanya dipakai oleh laki-laki. Misalnya, perempuan yang memakai baju kampret laki-laki, atau memakai baju batik laki-laki atau celana jeans yang khusus untuk laki-laki, tentu semua itu tidak diperbolehkan.
Demikian juga sebaliknya, laki-laki tidak diperkenankan memakai baju kebaya, atau celana kulot, karena pakaian diamaksud adalah pakaian yang khusus dipakai oleh perempuan.
Lalu bagaimana dengan pakaian yang dapat dipakai oleh laki-laki dan perempuan, seperti jeans? Untuk hal ini, selama memenuhi kriteria lain yaitu tidak nampak aurat (laa taksyif), tidak ketat sehingga nampak lekukan tubuh (laa tashif), tidak transparan sehingga sekalipun menutup aurat, akan tetapi nampak bagian tubuhnya (la tasyif), dan ketika memakainya tidak seperti laki-laki, hemat saya diperbolehkan. Misalnya, memakai celana jeans, akan tetapi ditutup dengan abaya panjang, atau dengan baju perempuan panjang yang menutup sampai betis (baju kurung), misalnya, untuk jenis ini hemat saya masih diperbolehkan.
Namun demikian, alangkah lebih baiknya seandainya pakaian-pakaian yang dapat dipakai laki-laki dan perempuan dimaksud, dihindari dan dijauhi sebagai upaya tindakan kehati-hatian (ihtiyathi) jatuh kepada sesuatu yang dilarang. Ini hemat saya, lebih mulia dan tentu lebih cocok dengan petunjuk dan titah dari Allah dan RasulNya.
Terakhir, mari kita renungi sabda Rasulullah saw berikut ini. Rasulullah saw bersabda: "Ada dua jenis manusia penghuni neraka yang tidak akan pernah saya lihat keduanya kelak (maksudnya tidak akan mendapatkan syafa'at, pertolongan dari Rasulullah saw kelak), yaitu: satu kaum yang membawa cameti (maksudnya penguasa yang dhalim) yang mirip ekor sapi lalu cameti itu dipakai untuk memukuli orang-orang, dan wanita yang telanjang (tidak menutup aurat) atau memakai pakaian yang tipis sehingga transparan, juga wanita yang genit dan menor apabila tampil di depan laki-laki bukan mahramnya. Kepala wanita-wanita tadi akan ada benjolan seperti pungguh unta (benjolan yang berada di punggung unta tempat duduk penunggangnya) yang miring. Mereka tidak akan pernah masuk surga bahkan tidak akan pernah mencium bau harumnya yang mana bau harum surga itu sudah dapat tercium dari jarak sekian dan sekian" (HR. Muslim).
Wa’alaikum salam.
Alhamdulillah damang, kumaha sawangsulna Teh Dewi sakulawargi daramang? Semoga Teh Dewi sekeluargi selalu dalam kesehatan, kelancaran dan tentu selalu dalam lindungan Allah swt, amiin.Mohon maaf baru membalas dan menjawab pertanyaan Teteh sekarang, kemarin agak kesana kemari. Dan hatur nuhun atas pertarosannya, dan di antos pertarosan lainnya, kalau ada.
Di antara adab berpakaian wanita menurut ajaran Islam adalah bahwa pakaian dimaksud tidak menyerupai pakaian laki-laki (tidak tasyabbuh).
Rasulullah saw dalam hal ini bersabda:
"Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki" (HR. Bukhari).
"Abu Hurairah berkata: "Rasulullah saw melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki" (HR. Abu Dawud dan Ahmad dengan sanad Shahih).
Sebelum dibahas lebih jauh, perlu saya sampaikan bahwa kata laknat dalam hadits di atas (‘Rasulullah saw melaknat’) tidak berarti betul-betul melaknat, akan tetapi maksudnya ‘tidak menyukai’. Kata laknat dipergunakan, maksudnya agar yang mendengar betul-betul menghindari sedapat mungkin larangan dimaksud.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Manawi dalam kitabnya Faidul Qaadir (5/269): “Kata laknat dalam hadits di atas, bukan dalam arti sebenarnya, akan tetapi dimaksudkan agar dihindari dan dijauhi, sehingga orang yang mendengarnya sangat takut untuk melakukannya” (laisal muraad hunaa, haqiqatal la’n, bal at-tanfiir faqat, liyartadi’a man sami’ahu ‘an mitsli fi’lih).
Kemudian, kedua hadits di atas merupakan dalil tidak bolehnya seorang perempuan menyerupai laki-laki, juga laki-laki menyerupai perempuan, baik dalam berpakaian, suara, gerakan atau yang lainnya. Sementara untuk ilmu dan pengetahuan, sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Mula’ ‘Ali al-Qari dalam kitabnya Mirqaatul Mafaatih Syarh Misykatil Mashaabih (13/205), keduanya sangat dianjurkan dan diperbolehkan untuk menyerupai satu sama lain.
Para ulama tidak menjelaskan secara panjang lebar apa yang dimaksud dengan pakaian menyerupai laki-laki atau menyerupai perempuan tersebut. Hanya saja, mari kita lihat terlebih dahulu, apa sebab adanya larangan di atas.
Islam, hendak menanamkan bahwa setiap jenis kelamin harus berdiri sesuai dengan jenis kelaminnya, perempuan harus bergerak, berbicara, berbuat sebagaimana perempuan, demikian juga dengan laki-laki. Dan tentu tidak diperbolehkan, terjadi campur aduk di antara keduanya. Karena itu, segala sesuatu yang mengakibatkan campur aduk dimaksud, sangat dilarang oleh Islam, termasuk cara berpakaian, cara jalan, cara bersikap dan bertutur kata.
Dari sana kita dapat memahami bahwa yang dimaksudkan dengan pakaian (dan pakaian termasuk baju juga celana) yang menyerupai laki-laki adalah, pakaian yang apabila dipakai oleh perempuan, betul-betul mirip dengan laki-laki, karena pakaian tersebut khusus dan hanya dipakai oleh laki-laki. Misalnya, perempuan yang memakai baju kampret laki-laki, atau memakai baju batik laki-laki atau celana jeans yang khusus untuk laki-laki, tentu semua itu tidak diperbolehkan.
Demikian juga sebaliknya, laki-laki tidak diperkenankan memakai baju kebaya, atau celana kulot, karena pakaian diamaksud adalah pakaian yang khusus dipakai oleh perempuan.
Lalu bagaimana dengan pakaian yang dapat dipakai oleh laki-laki dan perempuan, seperti jeans? Untuk hal ini, selama memenuhi kriteria lain yaitu tidak nampak aurat (laa taksyif), tidak ketat sehingga nampak lekukan tubuh (laa tashif), tidak transparan sehingga sekalipun menutup aurat, akan tetapi nampak bagian tubuhnya (la tasyif), dan ketika memakainya tidak seperti laki-laki, hemat saya diperbolehkan. Misalnya, memakai celana jeans, akan tetapi ditutup dengan abaya panjang, atau dengan baju perempuan panjang yang menutup sampai betis (baju kurung), misalnya, untuk jenis ini hemat saya masih diperbolehkan.
Namun demikian, alangkah lebih baiknya seandainya pakaian-pakaian yang dapat dipakai laki-laki dan perempuan dimaksud, dihindari dan dijauhi sebagai upaya tindakan kehati-hatian (ihtiyathi) jatuh kepada sesuatu yang dilarang. Ini hemat saya, lebih mulia dan tentu lebih cocok dengan petunjuk dan titah dari Allah dan RasulNya.
Terakhir, mari kita renungi sabda Rasulullah saw berikut ini. Rasulullah saw bersabda: "Ada dua jenis manusia penghuni neraka yang tidak akan pernah saya lihat keduanya kelak (maksudnya tidak akan mendapatkan syafa'at, pertolongan dari Rasulullah saw kelak), yaitu: satu kaum yang membawa cameti (maksudnya penguasa yang dhalim) yang mirip ekor sapi lalu cameti itu dipakai untuk memukuli orang-orang, dan wanita yang telanjang (tidak menutup aurat) atau memakai pakaian yang tipis sehingga transparan, juga wanita yang genit dan menor apabila tampil di depan laki-laki bukan mahramnya. Kepala wanita-wanita tadi akan ada benjolan seperti pungguh unta (benjolan yang berada di punggung unta tempat duduk penunggangnya) yang miring. Mereka tidak akan pernah masuk surga bahkan tidak akan pernah mencium bau harumnya yang mana bau harum surga itu sudah dapat tercium dari jarak sekian dan sekian" (HR. Muslim).
Wallahu ‘alam bis shawab.
-Aep Saepulloh Darusmanwiati-
0 komentar:
Post a Comment