Betulkah Hari Ahad (Minggu) Adalah Hari Ibadah Kaum Nashrani?

Apa benar hari ahad adalah harinya umat nasrani..?? Dari mana sumbernya ? Di alkitab pun tidak pernah memerintahkan umat nasrani sembahyang di hari ahad ???? Namun mereka diperintahkan memuliakan hari Sabat (Sabtu)... dari mana sumbernya..???
Wa’alaikum salam wr. wb.


Terima kasih atas komentar dan pertanyaan luar biasa ini, jazâkallâh khairal jazâ’.

Hari Ahad adalah di antara Hari Raya bagi ummat Kristiani. Dan ini sudah terjadi sejak masa Rasulullah saw. Saya katakan Hari Ahad adalah di antara hari raya, karena dalam agama Kristen hari raya itu banyak. Di Mesir sendiri, ibadah berjamaah mereka dilakukan dalam seminggu tiga kali, yaitu Kamis, Jum’at dan Ahad. Biasanya mereka berkumpul di Gereja Goa di daerah Muqattam, Kairo, dari jam 7 malam sampai jam 10 malam. Untuk lebih jelas seputar hari-hari besar (Hari Raya) ummat Kristiani, dapat dilihat dalam buku sangat bagus berjudull al-‘Ibâdât al-Masîhiyyah: Dirâsah Naqdiyyah, karya salah satu doctor dari Universitas al-Azhar, Kairo, DR. Mahmud Ali Himâyah.

Kembali kepada yang Mas tanyakan, dalil hari Ahad adalah Hari Raya bagi agama Kristen, saya pertama akan berdalil dengan Hadits Rasulullah saw, kedua dengan Al-Kitab al-Muqaddas (Bible).

Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan redaksi sedikit berbeda, Rasulullah saw pernah menegaskan, bahwa Allah telah memalingkan kaum Yahudi, juga kaum Nashrani untuk tidak menjadikan Jum’at sebagai hari raya mingguan. Lalu Rasul menegaskan, ummat Yahudi menjadikan hari Sabtu sebagai hari rayanya, dan ummat Nashrani menjadikan hari Ahad sebagai hari rayanya. Hadits dimaksud adalah di bawah ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ((أَضَلَّ اللَّهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا، فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتِ، وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ، فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَالأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، نَحْنُ الآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِىُّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلاَئِقِ)). [رواه مسلم]

Dari hadits di atas nampak, bahwa ummat Kristiani menjadikan hari Ahad sebagai di antara hari raya nya, sudah  terjadi sejak masa Rasulullah saw.

Perhatikan juga dalam hadits riwayat Bukhari dengan redaksi sedikit berbeda, namun nampak bahwa sejak masa Rasulullah saw, ummat Kristiani sudah menjadikan hari Ahad di antara hari rayanya:
عن أبي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ((نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هَذَا يَوْمُهُمُ الَّذِى فُرِضَ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ، فَهَدَانَا اللَّهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ، الْيَهُودُ غَدًا وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ)) [رواه البخاري]

Lalu Ibnu Hajar al-‘Asqalany dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan:
قوله: ( اليهود غدا والنصارى بعد غد )
في رواية أبي سعيد المقبري عن أبي هريرة عند ابن خزيمة: ((فهو لنا، ولليهود يوم السبت والنصارى يوم الأحد))، والمعنى: أنه لنا بهداية الله تعالى ولهم باعتبار اختيارهم وخطئهم في اجتهادهم.

Artinya: “Sabda Rasul yang berbunyi: ‘Untuk Orang Yahudi besok, dan Nashrani setelah besok’, dalam riwayat Abu Sa’id al-Muqbiri dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaemah disebutkan: ”Dia (maksudnya hari Jum’at) untuk kami, sedangkan untuk orang Yahudi adalah Hari Sabtu, dan untuk kaum Nashrani hari Ahad”. Maknanya: Hari Jum’at adalah hari raya bagi kami karena petunjuk dari Allah, sedangkan bagi mereka Yahudi dan Nashrani (yaitu hari Sabtu dan Ahad), adalah berdasarkan pilihan mereka, dan ijtihad mereka yang keliru”.

Dari perkataan Ibnu Hajar di atas ada satu hal juga yang tidak kalah menariknya, yaitu bahwa Hari Sabtu pun (Sabat) yang merupakan hari raya ummat Yahudi, lagi-lagi bukan berdasarkan wahyu atau petunjuk dari Allah, akan tetapi mereka yang memilih sendiri. Ibnu Hajar menyebutnya ‘ijtihad mereka yang keliru’.

Hal ini juga sesuai dengan sebuah riwayat dari Ibnu Abi Hatim dari jalur Asbath bin Nashr dari as-Suddy, bahwasannya ummat Yahudi pun sebenarnya dahulu diwajibkan ibadah berjamaah mingguannya pada Hari Jum’at, namun mereka sendiri menolaknya.

Perhatikan riwayat Ibnu Abi Hatim dimaksud sebagaimana dikutip Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:
إن الله فرض على اليهود الجمعة فأبوا وقالوا : يا موسى إن الله لم يخلق يوم السبت شيئا فاجعله لنا ، فجعل عليهم

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan hari Jum’at kepada kaum Yahudi (untuk dijadikan hari beribadah), namun mereka menolak. Mereka mengatakan: “Wahai Musa, sesungguhnya Allah pada hari Sabtu tidak menciptakan apapun, maka jadikanlah hari Sabtu itu sebagai hari raya bagi kami (sebagai ganti dari Hari Jum’at). Nabi Musa pun lalu menjadikan Hari Sabtu sebagai hari raya bagi mereka”.

Ibnu Hajar, lalu memberikan komentar sangat bagus: ‘Hal itu bukan sesuatu yang aneh bagi orang Yahudi yang selalu menyalahi (aturan yang dibawa Nabi Musa)…..Bagaimana tidak, toh mereka yang mengatakan (dalam al-Qur’an): “Kami mendengar dan kami mendurhakainya (sami’nâ wa ‘ashainâ)’:
وليس ذلك بعجيب من مخالفتهم ..... وكيف لا وهم القائلون ( سمعنا وعصينا ).

Kini mari kita lihat firman Allah dalam al-Qur’an, yang juga menegaskan bahwa Allah menjadikan hari Sabtu sebagai hari raya Yahudi karena mereka menentang dan berselisih. Allah mewajibkan kepada mereka hari Jum’at lebih dahulu, namun mereka menolaknya, dan meminta hari Sabtu. Akhirnya Allah memberikannya. Perhatkan firman Allah berikut ini:

إِنَّما جُعِلَ السَّبْتُ عَلَى الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ فِيما كانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ [النحل: 124]
Artinya: “Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu” (QS. An-Nahl: 124).

Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân mengatakan:
أي لم يكن في شرع إبراهيم ولا في دينه، بل كان سمحا لا تغليظ فيه، وكان السبت تغليظا على اليهود في رفض الأعمال وترك التبسيط في المعاش بسبب اختلافهم فيه، ثم جاء عيسى عليه السلام بيوم الجمعة فقال: تفرغوا للعبادة في كل سبعة أيام يوما واحدا. فقالوا: لا نريد أن يكون عيدهم بعد عيدنا، فاختاروا الأحد.
وقد اختلف العلماء في كيفية ما وقع لهم من الاختلاف، فقالت طائفة: إن موسى عليه السلام أمرهم بيوم الجمعة وعينه لهم، وأخبرهم بفضيلته على غيره، فناظروه أن السبت أفضل، فقال الله له:" دعهم وما اختاروا لأنفسهم".
وقيل: إن الله تعالى لم يعينه لهم، وإنما أمرهم بتعظيم يوم في الجمعة فاختلف اجتهادهم في تعيينه، فعينت اليهود السبت، لان الله تعالى فرغ فيه من الخلق، وعينت النصارى يوم الأحد، لان الله تعالى بدأ فيه بالخلق. فألزم كل منهم ما أداه إليه اجتهاده.
وعين الله لهذه الامة يوم الجمعة من غير أن يكلهم إلى اجتهادهم فضلا منه ونعمة، فكانت خير الأمم أمة. روى الصحيح عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:" نحن الآخرون الأولون يوم القيامة ونحن أول من يدخل الجنة بيد أنهم أوتوا الكتاب من قبلنا وأوتيناه من بعدهم فاختلفوا فيه فهدانا الله لما اختلفوا فيه من الحق فهذا يومهم الذي اختلفوا فيه فهدانا الله له- قال يوم الجمعة- فاليوم لنا وغدا لليهود وبعد غد للنصارى"

Artinya: “Yaitu: Dalam syariat  dan agama Nabi Ibrahim pun tidak disebutkan (bahwa Hari Sabtu itu sebagai Hari Raya). Itu hanya kemudahan saja, bukan suatu pengerasan. Sedangkan bagi kaum Yahudi, hari Sabtu (sebagai hari raya) adalah sebagai bentuk pengerasan (kemarahan) Allah kepada mereka, karena mereka menolak untuk melakukan ibadah, dan meninggalkan pencarian kehidupan dunia (untuk sementara) dikarenakan perbedaan di antara mereka sendiri tentang hari Sabtu ini.
Kemudian datang Nabi Isa as, juga membawa perintah dari Allah untuk menjadikan Hari Jum’at sebagai hari untuk beribadah (hari raya mingguan). Nabi Isa berkata: “Khususkanlah untuk beribadah satu hari saja dari tujuh hari yang ada”.
Mereka (kaum Nashrani) menjawab: “Kami tidak mau hari raya mereka setelah hari raya kami (maksudnya tidak mau hari Jum’at sebagai hari raya, karena hari setelahnya, yaitu Sabtu merupakan hari raya Yahudi)”. Mereka pun lalu memilih hari Ahad (sebagai hari untuk beribadahnya).
Para ulama berselisih tentang bagaimana perbedaan mereka itu terjadi. Sebagian ulama mengatakan: Sesungguhnya Nabi Musa as memerintahkan Bani Israil (Yahudi) untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari khusus untuk beribadah. Nabi Musa menjelaskan kepada mereka keutamaan Hari Jum’at dari hari-hari lainnya. Mereka pun mendebatnya, dan mereka mengatakan bahwa Sabtu lebih utama (dari Jum’at). Allah lalu berfirman kepada Nabi Musa: “Biarkan saja menurut pilihan mereka sendiri (wahai Musa)”.
Disebutkan juga, bahwasannya Allah tidak menentukan hari tertentu kepada mereka. Hanya saja, Allah memerintahkan mereka untuk memuliakan hari Jum’at. Namun mereka berselisih pendapat dalam menentukan hari tersebut. Kaum Yahudi akhirnya menentukan hari Sabtu, karena pada hari itu Allah telah selesai dari penciptaan makhlukNya. Sedangkan Nashrani menentukan hari Ahad, karena pada hari itu Allah memulai pertama kali penciptaan makhlukNya. Akhirnya mereka menentukan hari tersebut berdasarkan ijitihad mereka sendiri.
Allah lalu menentukan untuk ummat ini (maksudnya ummat Nabi Muhammad saw) hari Jum’at, dengan tanpa berdasarkan keputusan ijtihad mereka, namun semuanya karena karunia dan nikmat dari Allah. Maka ummat Rasulullah saw adalah sebaik-baik ummat.
Diriwayatkan dalam hadits shahih  (HR.Bukhari) dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Kami adalah ummat yang paling akhir, namun paling pertama kelak di akhirat. Kita adalah ummat yang pertama kali akan masuk ke dalam surga, padahal ummat sebelumnya diberikan kitab sebelum kami. Kami diberikan kitab setelah mereka, namun mereka berselisih di dalamnya (maksudnya tentang Hari Jum’at sebagai hari khusus untuk beribadah). Allah lalu memberikan petunjuk kepada kita semua dari kebenaran yang mereka perdebatkan. Ini adalah hari (maksudnya Jum’at) yang diperdebatkan oleh mereka, dan Allah telah memberikan petunjukNya kepada kita. Hari Jum’at menjadi hari raya bagi kami, dan besoknya adalah hari raya bagi Yahudi, dan besoknya hari raya bagi Nashrani”. Demikian penuturan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya.

Dari pemaparan Imam al-Qurthubi di atas nampak bahwa awalnya hari raya bagi Yahudi maupun Nashrani adalah Hari Jum’at. Namun kaum Yahudi menentang Nabi Musa, dan menolak Jum’at. Mereka meminta Sabtu sebagai gantinya. Allah pun lalu mengabulkannya.

Kaum Nashrani pun demikian, hanya mereka tidak membangkang seperti kaum Yahudi. Ummat Nashrani tidak menginginkan hari Jum’at, kerena setelahnya adalah hari raya orang Yahudi. Mereka pun berijtihad, dan jatuhlah pada hari Ahad, setelah orang Yahudi ibadah.

Allah lalu memberikan Jum’at ini untuk ummat Nabi Muhammad saw. Tidak seperti kaum dan ummat sebelumnya, Rasulullah saw dan para sahabat saat itu tidak membangkang, juga tidak berijtihad sendiri, namun langsung menerima, sebagai wujud dari sami’nâ wa atha’nâ (kami mendengar, dan kami mentaatinya).

Lalu, mengapa kaum Nashrani menjadikan Ahad sebagai hari rayanya? Di atas telah disebutkan salah satu sebabnya, yaitu karena hari Ahad adalah hari pertama Allah memulai penciptaanNya. Demikian menurut keyakinan Nashrani.

Alasan lain adalah karena pada hari Ahad inilah al-mâidah (Hidangan Langit) diturunkan. Ketika menafsirkan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 115 yang berbunyi: “
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Artinya: “Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama" (QS. Al-Maidah: 114).

Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menukil sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Hidangan Langit itu diturunkan oleh Allah kepada kaum Hawariyyin (pengikut Nabi Isa) pada hari Ahad, tepatnya pada pagi dan sorenya. Karena itulah, mereka menjadikan hari Ahad sebagai hari rayanya. Perkataan al-Qurthubi di atas adalah:
فقيل: إن المائدة نزلت عليهم يوم الأحد غدوة وعشية فلذلك جعلوا الأحد عيدا.

Dari pemaparan di atas, penulis dapat menyimpulkan:
1. Dalam keyakinan ummat Islam, hari raya mingguan yang khusus untuk ibadah bagi Kaum Yahudi dan Nashrani awalnya adalah Hari Jum’at. Namun, mereka membangkang, tidak mau menerimanya, lalu mereka berijtihad sendiri dan memilih sendiri. Akhirnya, Kaum Yahudi mengambil Sabtu, dan Nashrani Ahad. Allah pun menyetujuinya dengan tentu sangat kesal dengan sikap mereka.

2. Hari Ahad sebagai di antara hari raya bagi Nashrani atau juga hari Sabtu bagi Yahudi sudah terjadi dan berlaku pada masa Rasulullah saw hidup sebagaimana disebutkan dalam hadits Muttafaq ‘Alaih di atas.

3. Hari Jum’at kemudian menjadi hari raya bagi ummat Rasulullah saw. Mereka tidak menolak apalagi membangkang, namun sami’nâ wa atha’nâ. Dan ini sebagai di antara wujud karunia juga nikmat dari Allah untuk ummat Rasulullah saw.

Hari Ahad adalah hari raya Nashrani versi Bible.

Lalu apakah dalam Bible khususnya al-‘Ahd al-Jadîd (Perjanjian Baru) menyebutkan bahwa hari Ahad adalah hari raya bagi Kristiani?

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas, perlu kita sama-sama ketahui bahwa dalam keyakinan ummat Islam, Injil yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Isa as, sudah lenyap dan tidak ada saat ini.  Bible atau al-Kitab al-Muqaddas saat ini yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Baru, dalam keyakinan Ummat Islam, bukanlah Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa as. Bible ini adalah hasil buatan dari para ulama Nashrani generasi awal dan seterusnya.

Dan perlu juga penulis sampaikan bahwa jumlah Bible itu, sangatlah banyak. Menurut catatan para ulama ahli perbandingan agama, Bible ini ada 135 buah. Hanya Kristen mengakui empat saja yaitu, Metius, Marqus, Lukas dan Yohanes. Bible lainnya tidak diakui oleh Dewan Gereja, karena di antaranya ada Bible yang menentang atau menyalahi akidah Kristiani. Di antara Bible yang tidak diakui karena menyalahi akidah Kristiani ini adalah Injil Barnâbâ (Arab, Inggris: Barnabas).

Injil ini sangat berbeda dengan keyakinan Kristiani dan sebaliknya, sangat sesuai dengan akidah Ummat Islam. Ada empat hal sangat mendasar dalam Bible Barnabas ini yang menyalahi akidah Kristiani, dan sesuai dengan akidah Islam, yaitu:

1. Dalam Injil Barnabas disebutkan bahwa Yesus (Nabi Isa as) mengingkari bahwa dia sebagai Tuhan atau Anak Tuhan. Yesus, dalam Injil ini, adalah utusan Allah, bukan Anak Allah.

2. Yesus berkata dalam Injil ini bahwa Nabi yang akan disembelih (adz-dzabîh) oleh Nabi Ibrahim, bukanlah Ishak, akan tetapi Ismail.

3. Messiah yang akan datang dan dinanti-nanti oleh Nashrani setelah Nabi Isa as diangkat ke langit, bukan Yesus, akan tetapi Nabi Muhammad saw.

4. Yesus tidak meninggal, juga tidak disalib, namun diangkat oleh Allah ke langit.

Injil Barnaba ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Duktur Khalil Sa’adah dan diterbitkan oleh Darul Basyir, Kairo, dan diberi pengantar sangat bagus oleh dua orang ulama al-Azhar ternama Muhammad Rasyid Ridha dan DR. Ahmad Hijâzi as-Saqqâ.

Kalau tidak takut kepanjangan, penulis bermaksud menjelaskan empat hal di atas dalam fasal-fasal Barnaba. Namun, karena khawatir kepanjangan, berikut penulis kutipkan di antara ayat dari Injil Barnabas tentang Yesus (Nabi Isa) tidak meninggal, dan tidak disalib, akan tetapi diangkat ke langit.

Dalam fasal 217 ayat 21 disebutkan:
لعمر الله، إن الذي يكتب نسي كل ما قاله يسوع من أنه يرفع من العالم، وأن شخصا آخر سيعذب باسمه، وأنه  لا يموت إلى وشك نهاية العالم

Artinya: “Demi Diri Allah, sesungguhnya apa yang ditulis, akan lupa seluruh ucapan Yesus bahwasannya ia (Yesus) diangkat dari alam (dunia). Dan sesungguhnya ada sosok  lain yang akan disiksa dengan namanya (diserupakan dengan Yesus), dan dia (Yesus) tidak mati, sampai hampir jagat raya ini berakhir”.

Perhatikan dalam ayat di atas, sangat jelas, bahwa Yesus sendiri mengatakan ia tidak meninggal, tapi diangkat dari dunia, dan yang akan disiksa itu adalah orang lain yang mengkhianatinya, yang diserupakan wajah dan badannya dengan wajah dan badan Yesus. Juga, Yesus akan datang kelak ketika kiamat akan tiba, sebagaimana keyakinan ummat Islam, yang pada saat itu Nabi Isa akan membunuh Dajjal.

Demikian. Kembali kepada persoalan yang ditanyakan tentang di manakah dalam Perjanjian Baru (al-‘Ahd al-Jadîd), fasal yang dijadikan dasar oleh ummat Kristiani bahwa hari Ahad (Minggu) adalah hari raya mereka.

Hemat saya, penjelasan akan hal itu ada disebutkan dalam Perjanjian Baru. Perhatikan di antaranya dalam Injil Metius, pasal 28 ayat 1 bab al-Qiyâmah (kebangkitan). Dalam ayat tersebut dikatakan:
وبعد السبت عند فجر أول الأسبوع، جاءت مريم المجدلية ومريم الأخرى لتنظرا القبر.

Artinya: “Dan setelah hari Sabtu (maksudnya adalah Hari Ahad, Minggu) pada waktu fajar minggu pertama, datanglah Maryam Magdalena dan Maryam yang lain untuk melihat kuburan”.

Ayat di atas menjelaskan kisah Kebangkitan Yesus setelah disalib dan dikuburkan (dalam keyakinan Kristiani). Kemudian dalam ayat kedua nya disebutkan terjadilah gempa hebat dan seterusnya, dan setelah itu Nabi Isa bangkit kembali dari kuburnya dan menampakkan diri serta berkhotbah kepada murid-muridnya.

Di antara isi khotbah Yesus tersebut, dalam keyakinan Kristiani, dan ini merupakan ayat penutup dari Injil Metius, adalah sebagai berikut:
18- دفع إلي كل سلطان في السماء وعلى الأرض
19- فاذهبوا وتلمذوا جميع الأمم وعمدوهم باسم الآب، والإبن والروح القدس.
20-وعلموهم أن يحفظوا جميع ما أوصيتكم به. وها أنا معكم كل الأيام إلى انفضاء الدهر.

Artinya: “18. Telah diberikan kepadaku seluruh kekuasaan di langit dan di bumi. 19. Maka pergilah kalian dan jadikanlah murid (maksudnya sebarkanlah ajaran Yesus) seluruh ummat, serta baptislah mereka dengan nama Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Kudus. 20. Ajarkanlah kepada mereka agar mereka senantiasa menjaga semua yang aku wasiatkan kepada kalian. Dan inilah aku akan selalu bersama kalian setiap hari, sampai waktu / dunia ini hancur”.

Demikian, penjelasan seputar pertanyaan, semoga bermanfaat khususnya untuk saya pribadi, dan umumnya untuk seluruh pembaca di mana pun berada. Sebelum mengakhiri perlu saya sampaikan bahwa kita selaku ummat Islam perlu menghargai ummat lainnya yang non muslim. Tidak dibenarkan dalam agama Islam menyakiti, membenci lebih-lebih menumpahkan darah mereka.

Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita bagaimaana beliau sangat toleran dan sangat menghormati kaum Yahudi dan Nashrani. Menghormati, menghargai mereka termasuk di antara sunnah Rasul. Siapa yang menyakiti, mengganggu atau melukai mereka tanpa alasan yang dibenarkan berarti tidak mengikuti sunnah Rasulullah saw. Demikian, wallâhu a’lam bis shawâb.
Aep Saepulloh D

4 komentar:

bedbug-gokil said...

Wowww... interpretasi yg cukup gokil, Barakallah fik ya Syeikh

Anonymous said...

Izin dibaca ustad :)

Anonymous said...

Assalamualaikum, ustadz Aep yang terhormat

kalau umat kristiani dan yahudi membangkang setelah diturunkan kitab masing-masing. sedang kita umat Islam (barangkali) membangkang lama setelah turunnya Al-Qur'an dengan alasan penafsiran, samakah statusnya dengan mereka ?
Masrur-Jakarta

Aep Saepulloh Darusmanwiati said...

Wa'alaikum salam wr.wb. Ummat Yahudi dan Nashrani atau Ahlil Kitab dahulu, tidak semuanya membangkang dan durhaka. Di antara mereka tidak sedikit juga yang shaleh dan taat. Karena itu, dalam al-Qur'an, Allah mengabadikan mereka. Misalnya dalam surat Ali Imran ayat 112 dan 113 Allah menegaskan, bahwa di antara ahlil Kitab itu ada ummat yang baik yang selalu membaca ayat-ayat Allah pada waktu malam, beriman kepada ALlah, hari akhir, amar ma'ruf nahyil munkar juga bersegera dalam berbuat kebaikan. Hanya memang umumnya mereka ummat yang membangkang, terutama Yahudi (lihat dalam al-Maidah: 82). Pembangkangan ahlil kitab kepada kitab bukan karena penafsiran, tapi memang membangkang secara keseluruhan. Karena jika hanya penafsiran, selama dalam kaidah yang dibenarkan, adalah sah-sah saja, tidak disebut pembangkangan.

Sekali lagi, tidak dikatakan pembangkangan jika hanya sifatnya penafsiran, dengan catatan penafsiran tersebut dalam kaidah yang dibenarkan. Mengapa? Karena hal ini juga dilakukan oleh para sahabat. Umar bin Khattab misalnya, tidak memberikan saham zakat untuk orang yang baru masuk Islam, padahal dalam surat at-Taubah ayat 60, jelas orang yang baru masuk islam termasuk mustahik zakat. Umar melakukan ini, karena dalam ijtihad atau penafsirannya ada maqshid lain yang lebih penting, di mana pada saat itu almuallafah quluubuhum sudah kuat dan kokoh.

Jadi selama penafsiran tersebut tidak keluar dari kaidah-kaidah yang benar sebagaimana disampaikan oleh para ahli tafsir juga para ulama ushul fiqh, maka tidak dikatakan membangkang al-Qur'an. Hal demikian disebut dengan ijtihad, di mana kalau pun hasilnya salah, tetap ia mendapat satu pahala karena ijtihadnya itu.

Hanya, jika penafsirannya keluar dari kaidah-kaidah yang telah disampaikan para ulama, ini dikatakan sebagai penafsiran yang tidak tepat, namun tetap tidak seperti membangkangnya yahudi. Karena ummat Yahudi membangkang al-kitab bukan penafsirannya tapi seluruh isinya. Sedangkan ini, hanya penafsiran beberapa ayat, namun secara umum tetap mengakui keabsahan dan isi al-Qur'an.

demikian Bang Mansur, wallahu a'lam bis shawab.
aep sd

Post a Comment