Pendapat Para Ulama Seputar Malam Peringatan Nishfu Sya'ban







Para ulama dalam hal keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini terjadi perbedaan pendapat. Secara garis besar, pendapat para ulama di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar.

Pertama, mereka yang beranggapan bahwa malam Nishfu Sya'ban sama dengan malam-malam lainnya, tidak ada kelebihan dan keistimewaan yang berarti. Kelompok ini menilai, hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini semuanya dhaif. Karena Dhaif, maka tidak boleh diamalkan. Karena itu pula, sebagian dari kelompok pertama ini menilai bahwa orang yang mengadakan acara khusus pada malam Nishfu Sya'ban dipandang telah keluar dari sunnah, telah melakukan bid'ah, sesuatu yang tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw. Dan karenanya perbuatan tersebut bukan amalan dari ajaran Islam.

Alasan utama lainnya kelompok ini adalah, bahwa mengadakan acara khusus pada malam Nishfu Sya'ban tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw juga tidak oleh para sahabatnya. Karena itu, sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw, tidak boleh dilakukan pula oleh generasi setelahnya. Apabila tetap melakukannya, maka termasuk perbuatan bid'ah. Ibnu Rajab al-Hanbali menisbahkan pendapat ini kepada Imam Atha' bin Rabah, Ibnu Abi Malikah, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, pengikut dan murid-murid Imam Malik dan merupakan pendapat jumhur ulama Hijaj. 

Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam yang sangat istimewa dan mempunyai banyak kelebihan. Hal ini didasarkan kepada beragama hadits dan riwayat serta atsar dari para ulama shalih termasuk sahabat Ali bin Abi Thalib. Sekalipun umumnya hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini dhaif, namun banyak juga hadits Hasan atau Shahih Lighairihi. Karena itu, masih menurut kelompok kedua, hadits-hadits Dhaif tersebut kedudukannya saling menguatkan, sehingga derajatnya naik paling tidak menjadi hadits Shahih Lighairihi, karena banyak hadits yang saling menguatkan. 

Adapun alasan yang disodorkan kelompok pertama bahwa perayaan malam Nishfu Sya'ban tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabat, kelompok kedua membenarkannya. Memang pada masa Rasulullah saw dan para sahabat tidak merayakannya secara berjamaah. Namun, ini tidak berarti bahwa Rasulullah saw dan para sahabat tidak merayakannya secara pribadi, perorangan. Rasulullah saw dan para sahabat tetap memandang malam Nishfu Sya'ban ini sebagai malam istimewa, dan karena itu beliau-beliau merayakannya dengan jalan lebih memperketat pelaksanaan ibadah sebagaimana akan disampaikan pada hadits-hadits di bawah nanti. Untuk konteks saat itu, perayaan secara berjamaah tidak Rasulullah saw lakukan lantaran kondisi belum memungkinkan, misalnya karena umumnya orang-orang saat itu akan tetap merayakannya secara pribadi meskipun tidak diberjamaahkan.

Kelompok kedua juga mengatakan, bahwa tidak semua hal yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw tidak berarti tidak boleh diperbuat. Selama ada dalil umum yang membolehkan, maka mengenai tekhnis, dapat diatur menurut kondisi dan keadaan. Hal ini sebagaimana juga dengan kebiasaan perayaan takbir bersama di mesjid pada malam Hari Raya. Ini tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw, juga tidak pada masa sahabat. Yang pertama kali melakukan hal ini adalah seorang ulama Tabi'in yang bernama Abdurrahman bin Yazid bin al-Aswad. Namun sampai saat ini atsar tersebut masih dipraktekkan dan tetap diperbolehkan. Demikian juga dengan pelaksanaan shalat Tarawih diberjamaahkan. Rasulullah saw hanya melakukannya secara berjamaah satu atau dua hari saja. Setelah itu beliau melakukannya sendirian. Hal ini juga dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. 

Ketika khalifah Umar bin Khatab naik jabatan, beliau kembali memberjamaahkannya dengan dasar untuk keseragaman dan kemaslahatan bersama. Sampai, Umar bin Khatab ketika para sahabat lainnya mengatakan bahwa hal itu tidak dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat sehingga dikhawatirkan terjerumus bid'ah, Umar mengatakan: "ni'mal bid'atu hadzihi" (Sebaik-baik bid'ah itu ya ini, shalat tarawih berjamaah).

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam bukunya Lathaiful Ma'arif, menisbahkan kelompok kedua ini kepada para ulama tabi'in, di antaranya Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya. Pendapat ini juga adalah pendapatnya para ulama Syams dan Bashrah.


Hadits-hadits seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban

Sebagaimana diungkapkan para ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang lainnya, bahwa hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini sangat banyak jumlahnya. Hanya, umumnya hadits-hadits tersebut dhaif, namun ada juga beberapa hadits yang Hasan dan Shahih Lighairihi. 
Untuk lebih jelasnya, berikut di antara hadits-hadits dimaksud:
عن علي بن إبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها, وصوموا نهارها, فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا, فيقول: ألا مستغفر فأغفرله, ألا مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر)) [رواه ابن ماجه والحديث ضعفه الألبانى]
Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda: "Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar" (HR. Ibnu Majah dan hadits tersebut dinilai Hadits Dhaif oleh Syaikh al-Albany).

عن عائشة قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافع رأسه إلى السماء, فقال: ((أكنت تخافين إن يحيف الله عليك ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب)) [رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وضعفه الألبانى فى ضعيف الترمذى].
Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw, lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi' sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: "Apakah kamu (wahai Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?" Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, saya pikir anda pergi mendatangi di antara isteri-isterimu". Rasulullah saw bersabda kembali: "Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni ummatku lebih dari jumlah bulu domba yang digembalakan" (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmidzi. Syaikh al-Albany menilai hadits riwayat Imam Turmudzi tersebut sebagai hadits Dhaif sebagaimana ditulisnya pada 'Dhaifut Turmudzi'). 

Kedua hadits tersebut adalah hadits yang dinilai Dhaif oleh jumhur Muhaditsin di antaranya oleh Syaikh Albany, seorang ulama yang tekenal sangat ketat dengan hadits. 
Namun demikian, di bawah ini juga penulis hendak mengetengahkan Hadits Hasan dan Shahih Lighairihi yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini. Hadits-hadits dimaksud adalah:

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن)) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه (1140)]
Artinya: "Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang dengki dan iri kepada sesama muslim" (HR. Ibn Majah, dan Syaikh Albani menilainya sebagai hadits Hasan sebagaimana disebutkan dalam bukunya Shahih Ibn Majah no hadits 1140). 

عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس)) [رواه أحمد وابن حبان فى صحيحه]
Artinya: "Dari Abdullah bin Amer, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya akan menemui makhlukNya pada malam Nishfu Sya'ban, dan Dia mengampuni dosa hamba-hambanya kecuali dua kelompok yaitu orang yang menyimpan dengki atau iri dalam hatinya kepada sesama muslim dan orang yang melakukan bunuh diri" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana ditulisnya dalam buku Shahihnya).

Namun, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menilai hadits tersebut hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada dua rawi yang bernama Ibn Luhai'ah dan Huyay bin Abdullah yang dinilainya sebagai rawi yang lemah. Namun demikian, ia kemudian mengatakan bahwa meskipun dalam sanadnya lemah, akan tetapi hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai hadits Shahih karena banyak dikuatkan oleh hadits-hadits lainnya (Shahih bi Syawahidih). 

عن عثمان بن أبي العاص مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطيه, إلا زانية بفرجها أو مشركا)) [رواه البيهقى]
Artinya: "Dari Utsman bin Abil Ash, Rasulullah saw bersabda: "Apabila datang malam Nishfu Sya'ban, Allah berfirman: "Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik" (HR. Baihaki).

Dengan memperhatikan, di antaranya, hadits-hadits di atas, maka tidak berlebihan apabila kelompok kedua berpegang teguh bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam yang istimewa, karena bukan hanya dosa-dosa akan diampuni, akan tetapi juga doa akan dikabulkan. Hadits-hadits yang dipandang Dhaif oleh kelompok pertama yang berbicara seputar keistimewaan malam Nishfu Sya'ban ini, paling tidak kedudukan haditsnya menjadi terangkat oleh hadits-hadits lain yang berstatus Hasan atau Shahih Lighairihi. 

Atau boleh juga dikatakan, karena hadits-hadits dhaif yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini dhaifnya tidak parah dan tidak berat, maka satu sama lain menjadi saling menguatkan sehingga kedudukannya naik menjadi Hadits Hasan Lighairihi. Wallahu 'alam.

Istimewanya malam Nishfu Sya'ban ini juga dikuatkan oleh atsar para sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib misalnya, sebagaimana dikutip Ibnu Rajab, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, ia banyak keluar rumah untuk melihat dan berdoa ke arah langit, sambil berkata: "Sesungguhnya Nabi Daud as, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, beliau keluar rumah dan menengadah ke langit sambil berkata: "Pada waktu ini tidak ada seorang pun yang berdoa pada malam ini kecuali akan dikabulkan, tidak ada yang memohon ampun, kecuali akan diampuni selama bukan tukang sihir atau dukun". Imam Ali lalu berkata: "Ya Allah, Tuhannya Nabi Daud as, ampunilah dosa orang-orang yang meminta ampun pada malam ini, serta kabulkanlah doa orang-orang yang berdoa pada malam ini". 

Sebagian besar ulama Tabi'in seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya, juga mengistimewakan malam ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, membaca al-Qur'an dan berdoa. Demikian juga hal ini dilakukan oleh jumhur ulama Syam dan Bashrah.
Bahkan, Imam Syafi'i pun beliau mengistimewakan malam Nishfu Sya'ban ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, doa dan membaca al-Qur'an. Hal ini sebagaimana nampak dalam perkataannya di bawah ini: 

بلغنا أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال: ليلة الجمعة, والعيدين, وأول رجب, ونصف شعبان. قال: واستحب كل ما حكيت فى هذه الليالي
Artinya: "Telah sampai kepada kami riwayat bahwa dua itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum'at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya'ban. Imam Syafi'i berkata kembali: "Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi". 

Dari pemaparan di atas nampak bahwa sebagian besar para ulama salaf memandang istimewa malam ini, karenanya mereka mengisinya dengan mempergiat dan memperbanyak ibadah termasuk berdoa, shalat dan membaca al-Qur'an. Sedangkan menurut ulama Fiqih, termasuk Syafi'iyyah, Hanafiyyah, sebagian Hanabilah dan sebagian Malikiyyah, memandang sunnat juga menghidupkan malam Nishfu Sya'ban ini dengan beragam ibadah. Termasuk di dalamnya, para ulama al-Azhar sampai saat ini.

Wallahu a'lam bis shawab. 

Aep SD

1 komentar:

swararuri said...

alhamdulillah, berjama'ah tentu lebih baik daripada berjama'ah namun untuk kelompoknya sendiri. Makasih ustad, syukron

Post a Comment