Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati
"Kak, ngajinya jangan lama-lama yah hari ini sampai Isya saja, saya mau jualan pasti laku keras", tutur Udin salah satu anak jalanan yang sempat saya bimbing di daerah Kebon Kacang, persis di samping Sogo dan Hotel Indonesia, Jl Thamrin Jakarta. Saya kemudian kaget, ada apa kok tumben si Udin bilang seperti itu. Biasanya usul seperti itu diungkapkannya kalau hujan lebat datang. Anak-anak pengajian umumnya meminta saya untuk tidak lama-lama mengajar karena mereka akan segera mencari nafkah dengan mengojek payung. Tidak lama kemudian saya bertanya: "Ada apa emangnya Din?". "Ah kakak kuper nih, inikan tanggal 14 Februari, Valentine's Day Kak. Makanya cari pacar dong", jawabnya polos dan sok mantap.
Saya baru sadar kalau hari itu tanggal 14 Februari 1998. Kota-kota besar terutama Jakarta tentu tidak akan melewatkan hari "keramatnya anak-anak muda" ini. Tapi yang saya heran, kok anak-anak segede si Udin yang usianya baru 9 tahun sudah tahu betul, atau bahkan jangan-jangan sudah menanti-nanti beberapa bulan sebelumnya. Tapi bagi si Udin Hari Valentine tentunya bukan untuk mencari pasangan apalagi tukar menukar hadiah dan bunga, tapi untuk mencari nafkah, berjualan bunga dan terompet demi menghidupi neneknya yang telah merawatnya sejak bayi.
Demikian sedikit gambaran bagaimana Hari Valentine ini telah dikenal luas bukan hanya oleh anak-anak muda, namun oleh orang tua dan anak ingusan sekalipun. Konon, tanggal 14 Februari ini merupakan hari yang sangat dinanti-nanti oleh anak-anak muda karena di samping mendatangkan "keindahan" juga merupakan waktu yang tepat untuk mencari, menukar dan mengganti pasangan. Yah, kedengarannya memang seperti barang saja yang bisa ditukar, diganti dan dicari dengan mudah, tapi itulah kenyataannya. Dunia malam ramai. Bar-bar, hotel-hotel, Mall-mall dan tempat-tempat hiburan lainnya menawarkan berbagai acara dan pagelaran yang super Wah dan super Hot. Bintang-bintang selebritis pun didatangkan. Disko-disko, tarian-tarian erotic dan lagu-lagu perangsang birahi disuguhkan. Tidak tanggung, seolah tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada, acara Hari Kasih Sayang ini digelar semalam suntuk mulai dari jam pulang kantor sampai jam masuk kantor kembali. Innalillah wa nastaghfiruh.
Anehnya, apabila ditanya bagaimana sejarah dan mengapa disebut Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang, umumnya membisu, dan tidak tahu. Seolah itu adalah warisan leluhur yang harus dirayakan dan diperingati secara besar-besaran. Itu saja, tidak penting sejarah. Nah, kini marilah kita sama-sama kaji sejarah kelahiran dan asal muasal Hari Kasih Sayang ini.
Tidak ada sejarah yang seragam dan jelas tentang asal muasal Valentine's Day ini. Semua buku dan sejarah memberikan cerita yang berlainan. Hal ini misalnya sebagaimana ditulis dalam The World Book Encyclopedia (1998). Dalam buku ini disebutkan: “Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.” (beberapa sumber mengatakan bahwa Valentine's Day ini merupakan warisan dari upacara perayaan Orang-orang Romawi Kuno yang disebut dengan Lupercalia. Para ahli lainnya mengaitkan kejadian ini dengan kisah terbunuhnya beberapa Saint (santo) yang terjadi di gereja Kristen. Masih dari sumber yang lain, kejadian ini erat kaitannya dengan kepercayaan orang-orang Inggris kuno bahwa pada tanggal 14 Pebruari lah burung-burung jantan memilih pasangannya. Valentine's Day ini besar kemungkinan berasal dari penggabungan ketiga sumber di atas ditambah dengan kepercayaan bahwa musim semi adalah waktu yang tepat untuk para pejatuh cinta"
Keberagaman cerita seputar Valentine's Day ini membuat orang-orang Kristen sendiri mempertanyakan kembali keabsahan cerita ini. Bahkan, tidak sedikit dari para pendeta Kristiani yang menolak dan melarang penganutnya untuk merayakan hari ini karena dinilai mengikuti tradisi dan upacara agama lain yakni agama paganisme (penyembah berhala) Romawi.
Menurut cerita yang lebih terpercaya, perayaan Valentine's Day ini sesungguhnya berawal dan bersumber dari perayaan pada masa Romawi Kuno yang sering disebut dengan Perayaan Lupercalia. Perayaaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang dilakukan selama 6 hari sejak tanggal 13-18 Februari. Perayaan dua hari pertama, khusus dipersembahkan untuk Dewi Cinta (queen of feverish love) yang bernama Juno Februata. Pada perayaan dua hari ini, nama gadis-gadis ditulis dalam sehelai kertas kemudian dilipat dan digulung untuk kemudian dimasukkan ke dalam kotak yang dihiasi dengan bunga dan wangi-wangian perangsang syahwat.
Para pemuda yang hendak mencari pasangan atau mengganti pasangan dengan yang baru, berkumpul sambil mengundi dan mengocok nama-nama gadis tersebut. Setiap nama gadis yang keluar dari undian tersebut, harus menjadi pasangannya selama satu tahun sebagai tempat untuk bersenang-senang dan hura-hura. Pada tanggal 15 sampai 18 Februari, upacara perayaan selanjutnya ditujukan untuk memohon perlindungan Dewa Lupercalia (dewa ini diakui sebagai dewa penyelamat dari gangguan roh jahat dan binatang buas) dari gangguan srigala. Pada upacara ini, para pemuda saling memecut dengan kulit-kulit binatang buas sebagai symbol upaya untuk menjauhkan diri dari bahaya binatang buas dan roh-roh jahat. Para gadisnya juga tidak mau ketinggalan, mereka sama-sama berebut untuk dipecut oleh kulit binatang tersebut karena diyakini akan memberikan kesuburan dan keturunan yang gagah dan kuat. Semakin banyak darah yang keluar dari tubuh si gadis yang dipecut tadi, semakin besar kemungkinan akan melahirkan keturunan bertitiskan Dewa.
Dalam buku The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity disebutkan, ketika Kristen Katolik memasuki kota Roma, upacara Lupercalia tersebut tetap dirayakan dan diadopsi hanya kemudian diwarnai dengan nauansa-nuansa Kristen. Di antaranya, nama-nama gadis dalam upacara tersebut diganti dengan nama-nama Paus dan Pastor. Orang yang berjasa dalam mewarnai upacara ini adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Untuk lebih mengkristalkan nuansa Kristennya, sebagaimana dipaparkan dalam The World Book Encyclopedia, pada tahun 496 M, Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini sebagai Hari Resmi Perayaan Kudus Gereja yang disebut dengan Saint Valentine’s Day. Nama ini diambil untuk mengenang jasa Saint atau Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari. Saint atau Santo dalam tradisi Kristen berarti martyr atau dalam istilah Islam Syahid, syuhada, orang yang meninggal dalam memperjuangkan kebenaran. Saint atau Santo ini juga sekaligus gelar yang diberikan khusus kepada orang-orang yang rajin berderma dan membagi-bagi haidah.
Sedangkan kata Valentine sendiri ada yang mengartikan dengan, gigih dan Maha Kuasa. Namun, menurut para pakar bahasa, kemungkinan besar nama Valentine ini diambil dari bahasa Prancis Normandia, galantine yang berarti cinta (galant).
The Catholic Encyclopedia Vol. XI menyebutkan, dalam tradisi Kristen Katolik dikenal ada 3 nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari, salah satu di antaranya diceritakan meninggal pada masa Romawi Kuno dan Valentine inilah yang dinilai sebagai cikal bakal perayaan Hari Kasih Sayang yang marak belakangan ini.
Konon kejadian tersebut terjadi ketika Raja Romawi Kuno dipegang oleh Kaisar Claudius II. Kaisar ini terkenal kejam, bengis, jahat dan tukang perang. Demi menjaga stabilitas prajuritnya agar tetap prima, Kaisar melarang semua tentara mudanya untuk menikah. Menurutnya, pernikahan adalah sumber kekalahan karena prajuritnya menjadi loyo dan tidak kuat. Di tengah ancaman dan amar Kaisar Claudius II ini, ada seorang Pastur (yang namanya tidak pernah disebutkan) yang secara sembunyi-sembunyi menikah-nikahkan prajurit mudanya dengan para gadis. Hal ini dilakukan untuk memperkecil tingkat "perzinahan" yang merebak dimana-mana.
Suatu hari, Kaisar mengetahui pekerjaan Pastur ini. Tanpa berpikir panjang, akhirnya Pastur tersebut dihukum gantung di depan ribuan prajurit dan masyarakat. Peristiwa penggantungan tersebut terjadi tepat pada tanggal 14 Pebruari tahun 269 M. Mengingat kebaikan dan jasanya dalam mengawin-ngawinkan pemuda-pemudi inilah kemudian Pastur tersebut diberi gelaran Santo Valentine yang berarti Dermawan Asmara / Cinta. Demikian kisah yang ditulis dalam The World Book Encyclopedia. Dari sinilah kemudian setiap tanggal 14 Februari dikenal dengan sebutan Valentine's Day.
Dahulu, di Eropa perayaan ini, konon dihiasi dengan ganti dan tukar pasangan dengan sesama teman. Umumnya, pada hari tersebut, wanita-wanita tuna susila pun menggratiskan dirinya untuk dikencani. Cukup dengan mengatakan, "Be my valentine please", pemuda ataupun pemudi dapat dengan mudah membawa lawan jenisnya kemanapun dia mau. Dan "kiamat besar" bagi pemuda atau pemudi yang ketika dikatakan, "Be my valentine, please", tidak memenuhinya karena diyakini sama dengan mengundang kesialan dan kemiskinan.
Namun, ternyata bagi Pastur-pastur yang berpendidikan, mereka melarang umat Nasrani untuk mengatakan, Be my valentine karena sudah dinilai menduakan Tuhan Yesus, telah syirik dalam ajaran kita. Hal ini sebagaimana pernah ditulis oleh Ken Sweiger, seorang pendeta kenamaan berkebangsaan Slovenia, dalam tulisannya berjudul “Should Biblical Christians Observe It?” (lihat dalam HYPERLINK "http://www.korrnet.org" www.korrnet.org). Dalam artikelnya ini, Ken Sweiger mengatakan bahwa sesungguhnya kata “Valentine” ini berasal dari bahasa Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”.
Kata ini pada mulanya ditujukan untuk Dewa Nimrod dan Lupercus, Tuhan pertama dan kedua orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Oleh karenanya, Ken melarang keras ummatnya untuk merayakan Valentine's Day ini terlebih mengatakan Be my Valentine, karena dinilainya telah keluar dari ajaran Kristus. Nah, kalau Kristen saja melarangnya perayaan seperti ini, mengapa ummat Islam malah ikut-ikutan?
Dalam Agama Romawi, Dewa tertinggi yang bernama Nimrod ini mempunyai anak yang bernama Dewa Cupid (dalam bahasa Inggris kurang lebih berarti, the desire, Dewa Birahi). Dewa Cupid ini digambarkan dengan seorang bayi bersayap dengan menyandang panah. Disebut Dewa Birahi (Cupid), karena dulunya adalah seorang pemuda sangat tampan sehingga menjadi buruan para wanita. Panah yang disandangnya adalah symbol hobynya, berburu. Sementara sayap digambarkan kekuasaannya dalam menggaet dan manarik semua wanita. Suatu hari, dia berzina dengan ibunya sendiri. Ketika Nimrod mengetahuinya, dia marah besar. Tanpa terasa dia mengeluarkan kata-kata kasar yang menyumpahi anaknya itu menjadi sebuah patung bayi. Sejak itulah, dia berwujud sebuah patung berbentuk seorang bayi mungil bersayap.
Itulah sekilas sejarah tentang apa yang dikenal sekarang dengan Valentine's Day. Dari uraian di atas, paling tidak dapat kita simpulkan hal-hal berikut:
Keberadaan Valentine's Day masih diperbincangkan keabsahannya. Hal ini mengingat tidak ada cerita yang disepakati oleh setiap sejarawan Kristen
Kalaupun Valentine's Day itu ada, dia pada awalnya adalah tradisi upacara penyembahan Dewa yang dilakukan oleh orang-orang Romawi Kuno yang dulu dikenal dengan nama Upacara Perayaan Lupercalia. Kemudian ketika Kristen Katolik masuk ke Roma, diganti dengan nama Perayaan Valentine.
Ikut merayakan Hari Valentine, hakikatnya mengikuti sekaligus mengakui Santo Valentine, seorang pendeta Kristen.
Tidak sedikit pendeta-pendeta dan gereja-gereja Kristenpun yang melarang ummatnya untuk merayakan acara ini karena dinilai telah keluar dari ajaran Kristus seperti yang dilakukan gereja-gereja di Slovenia.
Kini, bagaimana Islam memandang hal ini? Sesungguhnya, tanpa disebutkan jawabannya pun, anda sudah dapat mengambil kesimpulan sendiri. Yang jelas, bila Hari Valentine ini hendak dilihat dari sisi Hari Kasih Sayangnya, maka Islam sesungguhnya telah mengatakan dan mengajarkan ummatnya untuk senantiasa memiliki rasa kasih sayang setiap saat dan detik, bukan setahun sekali. Bahkan, bukan hanya itu, kasih sayang yang diajarkan Islam bukan semata berkaitan dengan sesama manusia, tapi juga dengan binatang sekalipun.
Bukankah dalam sebuah hadits dikatakan, bahwa ada seorang wanita masuk neraka gara-gara mengurung kucing, tidak dikasih makan sehingga mati. Sebaliknya, ada seorang laki-laki masuk surga lantaran menolong dan memberi minum anjing yang kehausan di tengah padang pasir.
Dalam hadits lain Rasulullah mengatakan bahwa seorang muslim dengan muslim lainnya dalam berkasih sayang dan saling pedulinya harus seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka anggota tubuh lainnya pun akan merasa sakit pula.
Dalam hadits lain juga disebutkan, bahwa belum sempurna iman seseorang sehingga dia mencintai dan menyayangi saudaranya sebagaimana dia menyayangi dirinya sendiri. Kewajiban cinta kasih dan sayang ini dalam ajaran Islam bukan setahun sekali, tapi setiap saat dan detik.
Lebih tegas lagi Rasulullah mengatakan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: "Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum, kelompok, maka dia termasuk ke dalam kelompok mereka". (HR Turmudzi).Apabila kemudian anda bertanya, bukankah kasih sayang itu bagus bahkan diperintahkan, kenapa harus dilarang segala? Barangkali kita akan balik bertanya: Bolehkah shalat Subuh 4 Rakaat? Bolehkah Shalat Duhur ditambah pada jam 2 siang? Kenapa mesti dilarang, bukankah shalat itu baik bahkan diperintah? Nah, kini mari kita diskusikan bersama. Selamat berdiskusi. Wallahu 'alam.
Perpustakaan Cairo University, Rabu, 9 Pebruari 2005.
**Tulisan ini spesial dipersembahkan untuk adik-adik tercinta siswa siswi SIC (Sekolah Indonesia Cairo) pada pengajian remaja rutin di mesjid SIC, Kairo.
0 komentar:
Post a Comment