Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, Umar bin Khatab berkisah: "Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw untuk meminta-minta, lalu Rasulullah saw memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang kembali meminta-minta, Rasulullah saw juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah saw pun memberinya kembali. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah saw lalu bersabda: "Saya tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah mau apa kamu dan jadikan sebagai hutang saya. Kalau saya mempunyai sesuatu kelak, saya yang akan membayarnya".
Umar lalu berkata: "Wahai Rasulullah saw, janganlah eukau memberikan sesuatu yang berada di luar batas kemampuanmu". Rasulullah saw tersenyum, lalu beliau bersabda kepada Umar: "Karena itulah saya diperintahkan oleh Allah".
Demikianlah di antara contoh kedermawanan Rasulullah saw. Sampai-sampai, hemat saya, tidak ada satupun keterangan yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw pernah berzakat semasa hidupnya. Mengapa? Bukan karena beliau pelit, bukan juga karena sayang dengan harta, akan tetapi Rasulullah saw semasa hidupnya tidak pernah mempunyai harta yang mencapai nishab zakat. Setiap kali beliau memiliki sedikit harta, beliau selalu mendermakannya.
Bahkan, mari kita perhatikan kisah luar biasa yang dituturkan oleh Sayyidah Ummu Salamah, isteri Rasulullah saw berikut ini: "Suatu hari Rasulullah saw masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: "Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu? Apakah anda sakit?" Rasulullah saw menjawab: "Saya pucat begini bukan karena sakit, tapi karena saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya".
Subhanallah, demikianlah bagaimana luar biasanya Rasulullah saw. Beliau pucat pasi bukan karena sakit, bukan karena kurangnya uang dan kekayaan, namun karena ada uang yang masih tersimpan yang belum diinfakkan. Subhanallah. Saya pun demikian, terkadang pucat, sedih dan murung. Namun bukan karena ada uang yang belum diinfakkan, malah sebaliknya, karena uang belum bertambah, belum banyak, belum sesuai target dan tidak peduli apakah telah berinfak ataupun belum. Sungguh Eukau wahai Rasulullah saw betul-betul memiliki budi yang sangat luhur.
Ya, sejatinya harta bukanlah tujuan, akan tapi di antara pelantara untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kekayaan bukan akhir pencarian, akan tetapi sarana untuk lebih mengabdi kepadaNya. Karena itu, Jabir menuturkan: “Rasulullah saw tidak pernah mengatakan ‘tidak’ manakala beliau diminta” (HR. Bukhari).
Demikianlah kedermawanan Rasulullah saw. Dan, kedermawanan beliau ini lebih meningkat lagi manakala di bulan Ramadhan. “Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi apabila pada bulan Ramadhan”, demikian penuturan Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim. Kedermawanan Rasulullah saw di bulan Ramadhan ini, sampai digambarkan—dalam riwayat Imam Bukhari—laksana angin yang berhembus, tidak pernah berhenti, dan senantiasa memberikan kedamaian, kenyamanan dan kenikmatan bagi para penerimanya.
Lalu, mengapa Rasulullah saw begitu dermawan manakala di bulan Ramadhan? Paling tidak, ada enam rahasia penting:
Pertama, karena kemuliaan waktunya (syaraf az-zaman). Di antara sebab dilipatgandakannya amal ibadah seseorang adalah karena kemuliaan waktu melaksanakannya. Dan Ramadhan di antara salah satu waktu yang diistimewakan dimaksud. Hal ini terlihat, misalnya, dari dua belas bulan yang ada, Allah hanya mencantumkan nama Ramadhan secara jelas (sharih) dalam al-Qur’an, dan tidak menyebut bulan-bulan lainnya. Bahkan, Allah juga memilih Ramadhan sebagai waktu yang tepat untuk diturunkannya al-Qur’an. Semua itu, karena Ramadhan merupakan di antara waktu yang dimuliakan oleh Allah. Dan karenanya, setiap amalan baik apapun, termasuk shadaqah (zakat, infak, sedekah) yang dilakukan pada bulan Ramadhan, pahalanya akan dilipatgandakan. Karena itu, dalam sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi, ketika Rasulullah saw ditanya: “Shadaqah yang bagaimana yang paling utama?” Rasulullah saw menjawab: “Shadaqah yang dilakukan pada bulan Ramadhan”.
Kedua, membantu orang-orang yang berpuasa untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Orang-orang yang berpuasa adalah orang-orang mulia di hadapan Allah; bau mulutnya laksana minyak kasturi, tidurnya dinilai sebagai ibadah, bahkan doanya tidak akan ditolak. Dengan berderma kepada mereka, tentu ibadah dan ketaatannya akan lebih meningkat lagi, dan ketika hal ini terjadi, maka mereka yang berderma, akan mendapatkan pahala orang yang melakukan ketaatan dimaksud. Oleh karena itu, dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa berkurang sedikitpun”. Bayangkan, betapa mundelnya pahala mereka yang bersedekah pada bulan Ramadhan kepada mereka yang berpuasa. Di samping meraih pahala mereka, juga apabila mereka mendoakan anda, maka doanya akan dikabulkan. Subhanallah.
Ketiga, Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Allah sangat dermawan kepada hamba-hambaNya. Bayangkan, Allah mencurahkan rahmat (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan pembebasan dari api neraka selama bulan Ramadhan, terlebih pada Lailatul Qadar. Dan tentu ini sebagai pernyataan tersirat agar hambaNya pun melakukan hal yang sama. Dan ketika hambanya pun dermawan, maka Allah akan lebih dermawan lagi kepadanya; semua doa akan dikabulkan, semua harta yang telah diberikan akan diganti dengan lebih berlipat, semua tenaga, pikiran akan diganti dengan lebih baik, umur, rizki, keturunan dan keluarga akan diberkahkan. Apakah ini bukan sesuatu yang amat istimewa? “Sesungguhnya Allah akan lebih sayang kepada hamba-hambaNya yang juga penyayang kepada sesamanya”, demikian sabda Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
Keempat, menyatukan amalan shadaqah dengan puasa dalam satu waktu merupakan di antara pelantara penting meraih surga. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di surga ada beberapa kamar, di mana bagian dalamnya nampak dari luar, dan bagian luar nampak dari dalamnya”. Para sahabat bertanya: “Bagi siapa kamar tersebut ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Bagi mereka yang selalu bertutur kata dengan baik, memberi makan fakir miskin, melanggengkan puasa dan shalat malam ketika orang-orang terlelap tidur”. Dan semua amalan yang disebutkan dalam hadits di atas ada pada bulan Ramadhan; orang yang berpuasa dianjurkan menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya, memberikan makan baik dengan memberi makan untuk berbuka, zakat fitrah, zakat mal atau infak biasa, berpuasa di siang hari dan shalat qiyamullail di malam hari. Maka kamar-kamar surga di atas besar kemungkinan akan diraih pada bulan Ramadhan.
Dalam hadits lain riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw bertanya: “Siapakah di antara kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasul kembali bertanya: “Siapa di antara kalian yang hari ini mengantar orang yang meninggal dunia?” Abu Bakar kembali menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah saw bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini bersedekah?” Abu Bakar menjawab: “Saya”. Rasulullah bertanya kembali: “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar kembali menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah saw kemudian bersabda: “Siapa yang melakukan amalan di atas dalam satu hari, maka baginya surga”. Demikianlah, shadaqah dan puasa merupakan dua hal penting untuk meraih surga.
Kelima, puasa dan sedekah merupakan dua hal sangat penting untuk menjauhkan diri dari api neraka. Dalam banyak hadits disebutkan, bahwa puasa merupakan tameng (junnah) dari api neraka, demikian juga shadaqah, merupakan penolak dari panasnya api neraka kelak. Karena itu, Abu Darda pernah berkata: “Shalatlah dua rakaat di malam gelap gulita, untuk menangkal gelapnya kubur kelak, puasalah pada hari yang sangat panas, untuk menangkal panasnya kelak di padang mahsyar, dan bersedekahlah dengan apa saja, untuk menahan jerih payah kelak pada hari pembalasan”.
Keenam, selama melakukan ibadah puasa, tentu ada kekurangan dan kekhilafan, baik kata-kata yang tidak disengaja yang menyakitkan, atau marah yang keluar di luar sadar kita, ataupun lainnya. Dan shadaqah dapat menutup kekurangan dan bolong tersebut. Karena itu semakin rajin bersedekah, tentu semakin banyak bolong-bolong yang dapat ditutup dan ditambal. Oleh karena itu juga, dalam Islam di akhir Ramadhan, orang Islam diperintahkan untuk mengeluarkan Zakat Fitrah, sebagai di antara upaya menutup kekurangan dan bolong-bolong selama berpuasa.
Demikian di antara rahasia, mengapa Rasulullah saw lebih dermawan lagi manakala bulan Ramadhan tiba. Semua karena banyak rahasia dan keistimewaan yang hanya didapatkan pada bulan Ramadhan, dan tidak pada bulan-bulan lainnya. Untuk itu, siapa yang lebih banyak berderma dengan membantu sesamanya yang memerlukan, baik melalui zakat maupun infak, tentu bukan hanya telah mencontoh Rasulullah saw, akan tetapi juga akan meraih banyak pahala dan keistimewaan.
Sebelum menutup tulisan ringan ini, izinkan saya mengutip satu sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Aku bersumpah akan tiga hal: “Pertama, harta seseorang tidak akan pernah berkurang lantaran gemar bersedekah…”. Demikian catatan terakhir sebagai penekanan dari Rasulullah, bahwa tidak akan pernah harta seseorang berkurang lantaran gemar berderma. Yang terjadi justru sebaliknya, hartanya makin berkah, makin bertambah dan terus melimpah. "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezki" (QS. Saba' ayat 39).
Rasulullah saw juga bersabda: “Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia serta jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit dan kikir, ia jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan api neraka. Orang yang bodoh tapi dermawan, lebih dicintai oleh Allah, dari pada orang yang rajin ibadah tapi pelit dan kikir" (HR. Baihaki). Wallahu 'alam
Tulisan ini dimuat dalam rubrik Hikmah pada buletin Zakat BWAKM (Badan Wakaf dan Amal Kesejahteraan Mahasiswa) Kairo, Egypt, edisi I Ramadhan 1430 H.
Qatamea, Ahad, 06 September 2009 pukul 23.00
Demikianlah di antara contoh kedermawanan Rasulullah saw. Sampai-sampai, hemat saya, tidak ada satupun keterangan yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw pernah berzakat semasa hidupnya. Mengapa? Bukan karena beliau pelit, bukan juga karena sayang dengan harta, akan tetapi Rasulullah saw semasa hidupnya tidak pernah mempunyai harta yang mencapai nishab zakat. Setiap kali beliau memiliki sedikit harta, beliau selalu mendermakannya.
Bahkan, mari kita perhatikan kisah luar biasa yang dituturkan oleh Sayyidah Ummu Salamah, isteri Rasulullah saw berikut ini: "Suatu hari Rasulullah saw masuk ke dalam rumahku dalam keadaan muka pucat. Saya khawatir jangan-jangan beliau lagi sakit. Saya lalu bertanya: "Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu? Apakah anda sakit?" Rasulullah saw menjawab: "Saya pucat begini bukan karena sakit, tapi karena saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya".
Subhanallah, demikianlah bagaimana luar biasanya Rasulullah saw. Beliau pucat pasi bukan karena sakit, bukan karena kurangnya uang dan kekayaan, namun karena ada uang yang masih tersimpan yang belum diinfakkan. Subhanallah. Saya pun demikian, terkadang pucat, sedih dan murung. Namun bukan karena ada uang yang belum diinfakkan, malah sebaliknya, karena uang belum bertambah, belum banyak, belum sesuai target dan tidak peduli apakah telah berinfak ataupun belum. Sungguh Eukau wahai Rasulullah saw betul-betul memiliki budi yang sangat luhur.
Ya, sejatinya harta bukanlah tujuan, akan tapi di antara pelantara untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kekayaan bukan akhir pencarian, akan tetapi sarana untuk lebih mengabdi kepadaNya. Karena itu, Jabir menuturkan: “Rasulullah saw tidak pernah mengatakan ‘tidak’ manakala beliau diminta” (HR. Bukhari).
Demikianlah kedermawanan Rasulullah saw. Dan, kedermawanan beliau ini lebih meningkat lagi manakala di bulan Ramadhan. “Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi apabila pada bulan Ramadhan”, demikian penuturan Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim. Kedermawanan Rasulullah saw di bulan Ramadhan ini, sampai digambarkan—dalam riwayat Imam Bukhari—laksana angin yang berhembus, tidak pernah berhenti, dan senantiasa memberikan kedamaian, kenyamanan dan kenikmatan bagi para penerimanya.
Lalu, mengapa Rasulullah saw begitu dermawan manakala di bulan Ramadhan? Paling tidak, ada enam rahasia penting:
Pertama, karena kemuliaan waktunya (syaraf az-zaman). Di antara sebab dilipatgandakannya amal ibadah seseorang adalah karena kemuliaan waktu melaksanakannya. Dan Ramadhan di antara salah satu waktu yang diistimewakan dimaksud. Hal ini terlihat, misalnya, dari dua belas bulan yang ada, Allah hanya mencantumkan nama Ramadhan secara jelas (sharih) dalam al-Qur’an, dan tidak menyebut bulan-bulan lainnya. Bahkan, Allah juga memilih Ramadhan sebagai waktu yang tepat untuk diturunkannya al-Qur’an. Semua itu, karena Ramadhan merupakan di antara waktu yang dimuliakan oleh Allah. Dan karenanya, setiap amalan baik apapun, termasuk shadaqah (zakat, infak, sedekah) yang dilakukan pada bulan Ramadhan, pahalanya akan dilipatgandakan. Karena itu, dalam sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi, ketika Rasulullah saw ditanya: “Shadaqah yang bagaimana yang paling utama?” Rasulullah saw menjawab: “Shadaqah yang dilakukan pada bulan Ramadhan”.
Kedua, membantu orang-orang yang berpuasa untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Orang-orang yang berpuasa adalah orang-orang mulia di hadapan Allah; bau mulutnya laksana minyak kasturi, tidurnya dinilai sebagai ibadah, bahkan doanya tidak akan ditolak. Dengan berderma kepada mereka, tentu ibadah dan ketaatannya akan lebih meningkat lagi, dan ketika hal ini terjadi, maka mereka yang berderma, akan mendapatkan pahala orang yang melakukan ketaatan dimaksud. Oleh karena itu, dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa itu, tanpa berkurang sedikitpun”. Bayangkan, betapa mundelnya pahala mereka yang bersedekah pada bulan Ramadhan kepada mereka yang berpuasa. Di samping meraih pahala mereka, juga apabila mereka mendoakan anda, maka doanya akan dikabulkan. Subhanallah.
Ketiga, Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Allah sangat dermawan kepada hamba-hambaNya. Bayangkan, Allah mencurahkan rahmat (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan pembebasan dari api neraka selama bulan Ramadhan, terlebih pada Lailatul Qadar. Dan tentu ini sebagai pernyataan tersirat agar hambaNya pun melakukan hal yang sama. Dan ketika hambanya pun dermawan, maka Allah akan lebih dermawan lagi kepadanya; semua doa akan dikabulkan, semua harta yang telah diberikan akan diganti dengan lebih berlipat, semua tenaga, pikiran akan diganti dengan lebih baik, umur, rizki, keturunan dan keluarga akan diberkahkan. Apakah ini bukan sesuatu yang amat istimewa? “Sesungguhnya Allah akan lebih sayang kepada hamba-hambaNya yang juga penyayang kepada sesamanya”, demikian sabda Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
Keempat, menyatukan amalan shadaqah dengan puasa dalam satu waktu merupakan di antara pelantara penting meraih surga. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di surga ada beberapa kamar, di mana bagian dalamnya nampak dari luar, dan bagian luar nampak dari dalamnya”. Para sahabat bertanya: “Bagi siapa kamar tersebut ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Bagi mereka yang selalu bertutur kata dengan baik, memberi makan fakir miskin, melanggengkan puasa dan shalat malam ketika orang-orang terlelap tidur”. Dan semua amalan yang disebutkan dalam hadits di atas ada pada bulan Ramadhan; orang yang berpuasa dianjurkan menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya, memberikan makan baik dengan memberi makan untuk berbuka, zakat fitrah, zakat mal atau infak biasa, berpuasa di siang hari dan shalat qiyamullail di malam hari. Maka kamar-kamar surga di atas besar kemungkinan akan diraih pada bulan Ramadhan.
Dalam hadits lain riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw bertanya: “Siapakah di antara kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasul kembali bertanya: “Siapa di antara kalian yang hari ini mengantar orang yang meninggal dunia?” Abu Bakar kembali menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah saw bertanya lagi: “Siapa di antara kalian yang hari ini bersedekah?” Abu Bakar menjawab: “Saya”. Rasulullah bertanya kembali: “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar kembali menjawab: “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah saw kemudian bersabda: “Siapa yang melakukan amalan di atas dalam satu hari, maka baginya surga”. Demikianlah, shadaqah dan puasa merupakan dua hal penting untuk meraih surga.
Kelima, puasa dan sedekah merupakan dua hal sangat penting untuk menjauhkan diri dari api neraka. Dalam banyak hadits disebutkan, bahwa puasa merupakan tameng (junnah) dari api neraka, demikian juga shadaqah, merupakan penolak dari panasnya api neraka kelak. Karena itu, Abu Darda pernah berkata: “Shalatlah dua rakaat di malam gelap gulita, untuk menangkal gelapnya kubur kelak, puasalah pada hari yang sangat panas, untuk menangkal panasnya kelak di padang mahsyar, dan bersedekahlah dengan apa saja, untuk menahan jerih payah kelak pada hari pembalasan”.
Keenam, selama melakukan ibadah puasa, tentu ada kekurangan dan kekhilafan, baik kata-kata yang tidak disengaja yang menyakitkan, atau marah yang keluar di luar sadar kita, ataupun lainnya. Dan shadaqah dapat menutup kekurangan dan bolong tersebut. Karena itu semakin rajin bersedekah, tentu semakin banyak bolong-bolong yang dapat ditutup dan ditambal. Oleh karena itu juga, dalam Islam di akhir Ramadhan, orang Islam diperintahkan untuk mengeluarkan Zakat Fitrah, sebagai di antara upaya menutup kekurangan dan bolong-bolong selama berpuasa.
Demikian di antara rahasia, mengapa Rasulullah saw lebih dermawan lagi manakala bulan Ramadhan tiba. Semua karena banyak rahasia dan keistimewaan yang hanya didapatkan pada bulan Ramadhan, dan tidak pada bulan-bulan lainnya. Untuk itu, siapa yang lebih banyak berderma dengan membantu sesamanya yang memerlukan, baik melalui zakat maupun infak, tentu bukan hanya telah mencontoh Rasulullah saw, akan tetapi juga akan meraih banyak pahala dan keistimewaan.
Sebelum menutup tulisan ringan ini, izinkan saya mengutip satu sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Aku bersumpah akan tiga hal: “Pertama, harta seseorang tidak akan pernah berkurang lantaran gemar bersedekah…”. Demikian catatan terakhir sebagai penekanan dari Rasulullah, bahwa tidak akan pernah harta seseorang berkurang lantaran gemar berderma. Yang terjadi justru sebaliknya, hartanya makin berkah, makin bertambah dan terus melimpah. "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezki" (QS. Saba' ayat 39).
Rasulullah saw juga bersabda: “Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia serta jauh dari api neraka. Sedangkan orang yang pelit dan kikir, ia jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dengan api neraka. Orang yang bodoh tapi dermawan, lebih dicintai oleh Allah, dari pada orang yang rajin ibadah tapi pelit dan kikir" (HR. Baihaki). Wallahu 'alam
Tulisan ini dimuat dalam rubrik Hikmah pada buletin Zakat BWAKM (Badan Wakaf dan Amal Kesejahteraan Mahasiswa) Kairo, Egypt, edisi I Ramadhan 1430 H.
Qatamea, Ahad, 06 September 2009 pukul 23.00
0 komentar:
Post a Comment